PERAN HAKIM DALAM MELAKUKAN GUGATAN SEDERHANA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2019 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pekanbaru)
Kata Kunci:
Hakim, Gugatan Sederhana, Pengadilan NegeriAbstrak
Abstrak
Mekanisme gugatan sederhana ini merupakan salah satu terobosan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015. Namun dirubah dengan peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019. Tahun 2015 nilainya Rp200.000.000,- dan yang 2019 nilainya Rp500.000.000,00. Jangka waktu penangganan perkara selama 25 Hari. Gugatan sederhana tidak ada upaya hukumnya, yang ada adalah keberatan yang diperiksa oleh hakim yang sudah senior dalam bidang ini. Gugatan sederhana ini Sangat memberi kemudahan bagi masyarakat, baik itu perusahaan, bank-bank Rakyat maupun bank lain yang pembuktiannya sederhana. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan gugatan sederhana (small claim court) untuk penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri Pekanbaru kelas 1A dan jenis gugatan apa yang termasuk gugatan sederhana (small claim court) di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian dilakukan langsung ke lapangan (Field Research) yang dimana berlokasi di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa Gugatan sederhana berdasarkan peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 merupakan salah satu terobosan peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015, namun dirubah dengan peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2019. Dengan nilai gugatannya nilainya Rp500.000.000,00 dan waktu penangganan perkara selama 25 hari. Kategori gugatan sederhana ini yaitu wanprestasi (cidera janji), perbuatan melawan hukum selain yang menyangkut masalah tanah. Penerapan gugatan sederhana ini di Pengadilan Negeri Pekanbaru ini sudah bagus hanya saja sedikit kendala yang masih ada tetapi tidak menghalangi proses untuk menyelesaikan suatu perkara yang ada. Adapun yang menjadi kendala bagi hakim dalam gugatan sederhana ini yaitu Pengadilan Negeri harus lebih luas lagi untuk mensosialisasikan tentang gugatan sederhana ini kepada masyarakat supaya tidak terjadi kesalahan saat mengajukan suatu perkara yang diselesaikan melalui gugatan sederhana.
Referensi
REFERENSI
Achmad Ali & Wiwie Heryani, Menjelejahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2012).
Ahmad Fadlil Sumadi, Bunga Rampai Mahkamah Konstitusi dan Demokrasi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2011).
Amiruddin Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Wali Pres,2011).
Anna Triningsih, “Pengadilan Sebagai Lembaga Penegakan Hukum”, Jurnal Konstitusi, Vol 12, Nomor 1, Maret 2015, Mahkamah Konstitusi: Jakarta.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo,2011).
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta: Grasindo, 2007).
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis, (Jakarta: Rajawali, 2013).
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2005).
Nevey Varida Ariani, “Gugatan Sederhana Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia”, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 18 No. 3 (September 2018).
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara, cet. ke-6, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011).
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang”.
Pasal 5 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2015 jo. Perma Nomor 4 Tahun 2019.
Syarifuddin, Small Claim Court Dalam Sistem Peradilan Perdata di Indonesia, (Jakarta: Imaji Cipta Karya, 2020).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2022 Lea Vista, Syafrinaldi , Ilham Akbar
Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.